Friday, 12 December 2014

Thomas S. Kuhn Sifat dan Perlunya Revolusi Sains

Sifat dan perlunya revolusi sains (Thomas S. Kuhn)
yang dikemukakan ini akhirnya memungkinkan kita untuk meninjau masalah-masalah yang memberikan judul kepada esai ini. Apa revolusi sains itu, dan apa fungsinya dalam perkembangan sains? Dari jawabanterhadap pertanyaan ini banyak yang telah diantisipasi dalam bab-babterdahulu. Terutama pembahasan yang mendahului bab ini telah menunjukkan bahwa revolusi sains di sini dianggap sebagai episode perkembangan nonkumulatif yang di dalamnya paradigma yang lama digantiseluruhnya atau sebagian oleh paradigma baru yang bertentangan. Namun, rnasih ada yang perlu dikatakan, dan bagian yang esensial dari padanya dapat diperkenalkan dengan mengajukan satu pertanyaan selanjutnya.Mengapa perubahan paradigma harus disebut revolusi? Dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang luas dan esensial di antara perkembangan politik dan perkembangan sains, kesejajaran apa yang dapatmembenarkan metafora yang menemukan revolusi dalam kedua-duanya?
Satu aspek dari kesejajaran itu harus sudah nyata.Revolusi politikdibuka oleh kesadaran yang semakin tumbuh, yang sering terbatas padasuatu segmen dari masyarakat politik, bahwa lembaga-lembaga yang adatidak lagi memadai untuk menghadapi masalah-masalah yang dikemukakan oleh lingkungan yang sebagian diciptakan oleh lembaga-lembaga itu.Dengan cara yang banyak kesamaannya, revolusi sains dibuka oleh kesadaran yang semakin tumbuh, yang lagi-lagi sering terbatas pada subdivisi yang sempit dari masyarakat sains, bahwa paradigma yang ada tidak lagi berfungsi secara memadai dalam eksplorasi suatu aspek dari alam,yang sebelumnya paradigma itu sendiri yang menunjukkan jalan bagi eksplorasi itu. Baik dalam perkembangan politik maupun dalam perkembangan sains, kesadaran akan adanya malafungsi yang dapat menyebabkan krisis itu merupakan prasyarat bagi revolusi. Selain itu, meskipun takdapat disangkal memaksa metafora itu, kesejajaran tersebut tidak hanyaberlaku bagi perubahan besar dalam paradigma, seperti yang dapat diatributkan kepada Copernicus dan Lavoisier, tetapi juga bagi yang jauhlebih kecil yang diasosiasikan dengan asimilasi suatu jenis gejala baru,seperti oksigen atau sinar X. Revolusi sains, seperti yang kita kernukakanpada akhir Bab V, hanya perlu tampak revolusioner bagi merekayangparadigmanya terkena oleh revolusi itu. Bagi orang luar, revolusi itu seperti revolusi Balkan pada awal abad ke-20 bisa tampak sebagai bagian Yang normal dari proses perkembangan. Para astronom, misalnya, dapat menerima sinar X sebagai sekadar tambahan pengetahuan, sebabparadigma mereka tidak terpengaruh oleh kehadiran radiasi yang baru.Akan tetapi, bagi orang-orang seperti Kelvin, Crookes, dan Roentgen,yang risetnya menyangkut teori radiasi atau tabung sinar katode, munculnya sinar X itu perlu melanggar satu paradigma karenz. is menciptakanparadigma yang lain. Itulah sebabnya sinar ini hanya dapat ditemukan melalui adanya sesuatu yang tidak beres dalam riset yang normal.
Aspek genetik dari kesejajaran antara perkembangan politik dan perkembangan sains ini tidak sepatutnya diragukan lagi.Kesejajaran itu, bagaimana pun, merupakan aspek kedua dan yang lebih menonjol, tempat bergantungnya signifikan aspek yang pertama.Revolusi politik bertujuanmengubah lembaga-lembaga politik dengan cara-cara yang dilarang olehlembaga-lembaga itu sendiri.Oleh sebab itu, keberhasilannya memerlukanpelepasan sebagian dari seperangkat lembaga untuk diganti oleh yang lain,dan untuk sementara, masyarakat tidak sepenuhnya diperintah olehlembaga-lembaga itu.Mula-mula hanya krisis yang mengurangi peranlembaga-lembaga politik, seperti telah kita lihat krisis mengurangi peranparadigma-paradigma.Dalam jumlah-jumlah yang meningkat, orang-orang menjadi semakin terasing dari kehidupan politik dan berperilakusemakin bertambah eksentrik di dalamnya.Kemudian, dengan mendalamnya krisis, orang-orang itu melibatkan diri ke dalam usul yang kongkret bagi rekonstruksi masyarakat dalam kerangka kelembagaan yang baru. Pada saat itu masyarakat terbagi ke dalam dua kelompok atau partaiyang bersaingan, yang satu berusaha mempertahankan konstelasi kelembagaan yang lama dan yang lain berupaya mendirikan yang baru. Danjika polarisasi itu terjadi, malsu penyelesaiansecarapolitis gagal. Karenamereka berselisih tentang matriks kelembagaan tempat mencapai dan menilai perubahan politik, karena tidak ada suprainstitusional yang diakuioleh mereka untuk mengadili perselisihan revolusioner, maka akhirnyapartai-partai dalam konflik revolusioner ini menggunakan bantuan teknik‑teknik persuasi massa, sering kali dengan melibatkan kekuatan. Meskipun revolusi mempunyai peran yang vital dalam evolusi lembaga-lembagapolitik, peran itu bergantung pada apakah revolusi itu merupakan peristiwayang sebagian ekstrapolitis atau ekstrainstitusional.
Bagian selebihnya dari esai ini bertujuan mendemonstrasikan bahwastudi historis tentang perubahan paradigma menyingkapkan karakteristikyang mirip benar dalam evolusi sains.Seperti pemilihan diantara lembaga‑lembaga politik yang bersaingan, pemilihan di antara paradigma-paradigma yang bersaingan ternyata merupakanpemilihan di antara modus‑modus kehidupanmasyarakat yang bertentangan. Karena ia memiliki karakter itu, pemilihannya tidak dan tidak dapat hanya ditentukan denganprosedur evaluatif yang menjadi karakteristik sains yang normal, sebabhal ini sebagian bergantung pada paradigma tertentu, dan paradigma itusedang dipermasalahkan. Jika paradigma-paradigma, sebagaimana mestinya, masuk ke dalam debat tentang pemilihan paradigma, maka perannya perilu sirkular. Masing-masing kelompok menggunakan paradigmanya sendiri untuk argumentasi dalam membela paradigma itu.
Sirkularitas yang diakibatkannya itu, tentu saja, tidak menyebabkanargumen- argumen tersebut salah atau bahkan tidak berpengaruh. Orangyang menggunakan paradigma sebagai alasan ketika berargumentasi dalam membelanya, bagaimana pun, dapat menyajikan petunjuk yang jelas tentang akan seperti apa praktek sains itu bagi mereka yang menerima pandangan yang baru tentang alam. Petunjuk itu bisa sangat peruasif, dan.sering menuntut demikian.Namun, apa pun kekuatannya, status argumen sirkular itu hanyalah status persuasi. Ia tidak dapat memaksa secara logis atau bahkan secara probabilistis kepada mereka yangmenolak melangkah ke dalam lingkaran itu. Premis-premis dan nilai-nilaiyang dimiliki bersama oleh kedua pihak dalam debat tentang paradigm itu tidak cukup luas untuk itu. Seperti dalam revolusi politik, dalam pemilihan paradigma pun tidak ada standar yang lebih tinggi daripada persetujuan masyarakat yang bersangkutan.Untuk menyingkapkan bagaimana revolusi sains dipengaruhi, kita tidak hanya harus meneliti dampak sifat dan dampak logika, tetapi juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang sangat khusus yangmembentuk masyarakat sains itu.
Untuk menyingkapkan mengapa masalah pemilihan paradigma ini tidak pernah dapat secara meyakinkan diselesaikan hanya oleh logika daneksperimen, sebentar lagi kita harus meneliti sifat perbedaan-perbedaanyang memisahkan para pendukung suatu paradigma tradisional dari para penerus mereka yang revolusioner. Penelitian tersebut merupakan objek utama dalam bab ini dan bab berikutnya. Namun, kita telah mengemukakan banyak contoh dari perbedaan-perbedaan demikian, dan tidakada yang akan meragukan bahwa sejarah dapat menyajikan banyak yanglainnya. Yang lebih cenderung diragukan daripada eksistensi mereka dan karena itu harus ditinjau lebih dulu adalah bahwa contoh-contohdemikian menyajikan informasi yang esensial tentang sifat sains.Sekalipun penolakan paradigma itu telah menjadi kenyataan sejarah, apakahhal itu rnenjelaskan lebih daripada kemudah percayaan dan kebingungan manusia?Apakah ada alasan yang hakiki mengapa asimilasi gejala jenisbaru ataupun teori sains baru harus menuntut penolakan paradigma yanglebih lama?
Pertama-tama perhatikan bahwa jika alasan-alasan demikian itu ada,alasan-alasan itu tidak diturunkan dari struktur pengetahuan sains yanglogis.Pada prinsipnya, gejala baru bisa muncul tanpa menimbulkan kehancuran pada bagian mana pun dari praktek sains yang lalu. Meskipunpenemuan kehidupan pada bulan sekarang akan menghancurkan paradigma-paradigma yang ada (paradigma-paradigrna itu mengatakan kepadakita tentang bulan yang tampaknya tidak selaras dengan kehadiran kehidupan di sana), penemuan kehidupan pada bagian yang kurang begitudikenal dari galaksi ini tidak demikian. Begitu pula suatu teori baru tidak perlu bertentangan dengan teori mana pun yang menjadi pendahulunya.la bisa saja menangani semata-mata gejala-gejala yang tidak dikenalsebelumnya seperti teori kuantum menangani (tetapi secara signifikan tidak eksklusif) gejala subatomik yang tidak dikenal sebelum abad ke-20.Juga teori baru itu bisa jadi sekadar teori yang lebih tinggi tingkatnyadaripada yang telah dikenal sebelumnya, teori yang menjalin erat seluruhkelompok teori tingkat yang lebih rendah tanpa banyak mengubah yangmana pun.Hari ini teori tentang penghematan energi menyajikan jalinanyang presis demikian di antara dinamika, kimia, kelistrikan, optika, teori terminal, dan sebagainya. Masih ada hubungan-hubungan serasi yanglain di antara teori lama dan teori baru yang masuk akal. Masing-masingdan semuanya bisa dicontohkan oleh proses historis yang dilalui oleh perkembangan sains. Jika benar demikian, maka perkembangan sains mestimerupakan perkembangan kumulatif yang murni. Gejala-gejala jenis baruhanya akan menyingkapkan ketertiban dalam suatu aspek alam yang sebelumnya tidak pernah terlihat. Dalam evolusi sains, pengetahuan yangbaru harus menggantikan ketaktahuan, bukan menggantikan pengetahuanjenis yang lain dan yang tidak selaras.
Tentu saja sains (atau kegiatan lain, tetapi barangkali kurang efektif) bisa berkembang dengan cara yang benar-benar kumulatif seperti itu.Banyak orang yang percaya bahwa memang demikian, dan kebanyakanrupanya masih menganggap bahwa kumulasi itu sekurang-kurangnya merupakan yang ideal yang akan diperlihatkan oleh perkembangan historisjika saja tidak begitu sering dikacaukan oleh sifat khas manusia. Adaalasan-alasan penting bagi kepercayaan itu. Dalam Bab X kita akan menemukan betapa eratnya pandangan sainssebagaikumulasi itu terjalindengan epistemologi yang dominan yang menganggap pengetahuan sebagai konstruksi yang ditempatkan langsung di atas data-data indera yang mentah oleh pikiran. Dan dalam Bab X kita akan meneliti dukungan yang kuat yang diberikan kepada bagan historiografis yang sama oleh teknik­teknik pedagogi sains yang efektif. Namun, meskipun citra yang ideal itu sangat masuk akal, terdapat alasan yang semakin kuat yang meragukan apakah mungkin hal itu merupakan citra tentang sains.Setelah periodepraparadigma, asimilasi semua teori baru dan hampir semua gejala jenisbaru memang telah menuntut penghancuran paradigma terdahulu dankonflik berikutnya di antara aliran-aliran pemikiran sains yang bersaingan.Perolehan secara kumulatif hal-hal baru yang tidak diantisipasi ternyatamerupakan pengecualian yang hampir tidak ada pada kebiasaan perkembangan sains.Orang yang menghadapi kenyataan historis dengansungguh-sungguh mesti menduga bahwa sains tidak cenderung kepadayang ideal yang dikesankan oleh citra kita tentang kekumulatifannya. Barangkali itu jenis kegiatan yang lain.
Jika fakta-fakta yang bertahan itu, bagaimana pun, dapat membawakita sejauh itu, maka peninjauan kembali dasar yang telah kita liput bisamemberikan kesan bahwa perolehan hal-hal baru secara kumulatif itu bukan hanya langka dalam kenyataan, melainkan pada prinsipnya mustahil.Riset yang normal, yang memang kumulatif, memperoleh keberhasilannya dari kemampuan para ilmuwan untuk secara teratur memilih masalah‑masalah yang dapat dipecahkan dengan teknik-teknik konseptual dan instrumental yang erat dengan yang sudah ada.(Itulah sebabnya perhatianyang berlebihan terhadap masalah-masalah yang bermanfaat, bagaimanapun hubungannya dengan pengetahuan dan teknik yang ada, bisa begitumudah menghambat perkembangan sains.)Orang yang bertujuan memecahkan masalah yang ditetapkan oleh pengetahuan dan teknik yangada, bagaimana pun, bukan sekadar mencari-cari.la tahu apa yang hendak dicapainya, dan ia merancang perkakasnya serta mengarahkan pikirannya sesuai dengan itu. Hal baru yang tidak diantisipasi, penemuanbaru, hanya muncul menurut taraf ketika antisipasinya tentang alam danperkakasnya ternyata salah. Pentingnya penemuan yang dihasilkannya itusering akan dengan sendirinya sebanding dengan taraf dan kebandelananomali yang menggambarkannya. Maka jelas bahwa harus ada konflikText Box:  antara paradigma yang menyingkapkan anomali dan paradigma yang kemudian membuat anomali menjadi seperti hukum.Contoh-contoh penemuan melalui penghancuran paradigma yang dibahas dalam Bab VItidak menghadapkan kita kepada sekadar ketaksengajaan historis. Tidakada cara lain yang efektif yang bisa menimbulkan penemuan-penemuan.
Argument yang sama dengan lebih jelas lagi berlaku pada penciptaanteori baru. Pada prinsipnya hanya ada tiga gejala yang di sekitarnya bisaberkembang teori baru.Yang pertama terdiri atas gejala-gejala yang telah diterangkan dengan jelas oleh paradigma-paradigma yang ada, dangejala-gejala ini jarang menyajikan motif ataupun titik tolak bagi penyusunan teori.Jika menyajikan pun, seperti ketiga antisipasi yang ter­masyhur yang dibahas pada akhir Bab VII, teori yang dillasilkannya jarang diterima karena alam tidak menyajikan dasar bagi diskriminasi.Kelas gejala yang kedua terdiri atas gejala-gejala yang sifatnya ditunjukkanoleh paradigma-paradigma yang ada, tetapi yang rinciannya hanya dapat dipahami melalui artikulasi teori selanjutnya.Inilah gejala-gejala yangsering menjadi tempat para ilmuwan mengarahkan riset mereka, tetapiriset itu ditujukan kepada artikulasi paradigma-paradigma yang ada, bukan pada penciptaan yang baru.Jika upaya-upaya pada artikulasi ini gagal, barulah para ilmuwan menghadapi gejala tipe ketiga, yaitu anomali‑anomali yang diakui yang karakteristiknya menandai kebandelannya dalam menolak pengasimilasian kepada paradigma-paradigma yang ada.Hanya tipe inilah yang menimbulkan teori-teori baru. Paradigma-paradigmamenyajikan tempat yang ditetapkan dengan teori di dalam medan pandang ilmuwan kepada semua gejala kecuali anomali-anomali.
Akan tetapi, jika teori-teori baru ini diperlukan untuk memecahkananomali-anomali dalam hubungannya dengan teori yang ada tentang alam,maka teori baru yang berhasil harus memungkinkan prakiraan-prakiraanyang berbeda dari yang diturunkan dari pendahulunya. Perbedaan itu tidak akan terjadi jika keduanya serasi secara logis. Dalam proses asimilasi, yang kedua harus menggantikan yang pertama. Bahkan teori sepertipenghematan energi, yang sekarang tampaknya seperti superstruktur yanglogis yang pertaliannya dengan alam hanya melalui teori-teori yang ditetapkan secara independen, secara historis tidak dikembangkan tanpapenghancuran paradigma. Akan tetapi, ia muncul dari suatu krisis yangmengandung unsur esensial berupa ketidakselarasan antara dinamika Newton dengan konsekuensi-konsekuensi dari teori kalori dari panas yang dirumuskan baru-baru ini. Hanya setelah teori kalori itu ditolak, penghematan energi menjadi bagian dari sains. Dan hanya setelah ia beberapalamanya menjadi bagian dari sains, ia dapat tampak sebagai teori yangsecara logis dari tipe yang lebih tinggi, tipe yang tidak bertentangan dengan pendahulunya. Sukar untuk melihat bagaimana teori-teori baru dapat timbul tanpa perubahan-perubahan destruktif dalam kepercayaan tentang alam. Meskipun keinklusifan yang logis masih merupakan pandangan yang dibolehkan tentang hubungan antara teori-teori sains yang berurutan,ia merupakan kemustahilan historis.
Saya kira, seabad yang lalu mungkin untuk meletakkan alasan perlunya revolusi pada titik ini.Akan tetapi sekarang, sayangnya, hal itu tidak bisa dilakukan karena pandangan tentang subjek yang dibahas di atastidak bisa dipertahankan jika interpretasi kontemporer yang paling umumtentang alam dan fungsi teori sains itu diterima. Interpretasi itu, yangerat kaitannya dengan positivisme logika yang lama dan tidak ditolak secara kategoris oleh para penerusnya, akan membatasi jangkauan dan makna suatu teori yang diterima sehingga ia tidak mungkin bertentangan dengan setiap teori yang belakangan yang membuat prakiraan-prakiraan tentang beberapa di antara gejala-gejala alam yang sama. Alasan yang paling terkenal dan paling kuat bagi konsepsi teori sains yang terbatas inimuncul dalam diskusi tentang hubungan antara dinamika Einstein danpersamaan dinamika yang lebih tua yang diturunkan dari Principia New­ton. Dan titik pandang esai ini, kedua teori tersebut secara fundamentaltidak selaras dalam arti yang digambarkan dengan hubungan antara astronomi Copernicus dan astronomi Ptolemaeus: teori Einstein hanya bisa diterima dengan pengakuan bahwa teori Newton salah. Hari ini halitu masih merupakan pandangan minoritas.Oleh sebab itu, kita harusmeneliti keberatan yang paling umum terhadapnya.
Intisari keberatan-keberatan ini dapat dibahas seperti berikut. Dinamika reiativistik tidak akan dapat menunjukkan bahwa dinamika Newton itu salah karena dinamika Newton masih dipakai dengan sangat berhasil oleh kebanyakan insinyur dan, dalam penerapan pilihan, oleh banyak ahli fisika. Selanjutnya, kepatutan penggunaan teori yang lebih tuaini dapat dibuktikan justru dari teori yang, dalam penerapan lain, menggantikannya. Teori Einstein dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa prakiraan-prakiraan dari persamaan-persamaan Newton akan samabaiknya dengan instrumen ukur kita dalam semua penerapan yang memenuhi sejumlah kecil syarat yang membatasi. Sebagai contoh, jika teoriNewton harus memberikan pemecahan perkiraan yang baik, kecepatan-kecepatan relatif benda-benda yang diperkirakan harus kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya. Karena harus tunduk kepada syarat ini danbeberapa syarat yang lain, teori Newton tampaknya seperti diturunkandari teori Einstein, karena itu hal ini merupakan kasus khusus.
Akan tetapi, keberatan itu terus berlangsung, tidak ada teori yangmungkin bisa bertentangan dengan salah satu kasus khususnya. Jika sainsEinstein tampaknya membuat dinamika Newton salah, itu hanyalah karena beberapa pengikut Newton begitu ceroboh sehingga mengklaim bahwa teori Newton memberikan hasil yang persis seluruhnya atau bahwaia sahih pada kecepatan relatif yang sangat tinggi. Karena mereka tidak mungkin mempunyai bukti bagi klaim-klaim seperti itu, mereka menghianati standar-standar sains jika mereka membuatnya.Sampai sejauhini, teori Newton selalu merupakan teori sains sejati yang didukung olehbukti yang sahih, dan masih tetap demikian.Hanyalah klaim yang berlebihan bagi teori itu klaim yang tidak pernah menjadi bagian yangpantas dari sains yang dapat ditunjukkan salah oleh Einstein.Karena bersih dari hanya keberlebihan manusiawi ini, teori Newton tidak pernahdiragukan, dan tidak bisa.
Suatu varian dari argumen ini sudah cukup untuk membuat teori manapun, yang pernah digunakan oleh kelompok penting ilmuwan yang kompeten, kebal terhadap serangan.Teori flogiston yang sering difitnah, misalnya, menertibkan sejumlah besar gejala fisika dan kimia.Ia menerangkan mengapa benda-benda terbakar benda-benda itu kaya akan flogiston dan mengapa logam-logam memiliki jauh lebih banyak sifat yangsama dibandingkan dengan bijih logam-logam tersebut. Semua logam terdiri atas berbagai unsur tanah yang digabungkan dengan flogiston, danflogiston ini, yang terdapat pada semua logam, memberikan sifat yangsama. Selain itu, teori flogiston berjasa bagi sejumlah reaksi yang di dalamnya terbentuk asam-asam oleh pembakaran zat-zat seperti karbon danbelerang. Ia juga menerangkan pengurangan volume jika pembakaran terjadi di dalam volume udara yang terbatas  flogiston yang dilepaskanoleh pembakaran itu "membusukkan" elatisitas udara yang menyerapnya, persis seperti api "membusukkan" elastisitas per baja.Jika hanya itugejala-gejala yang diklaim oleh para teoris flogiston bagi teori mereka,maka teori itu tidak akan pernah bisa diragukan. Argumen yang serupaakan cukup bagi setiap teori yang pernah berhasil diterapkan pada jajaran gejala apa saja.
Akan tetapi, untuk menyelamatkan teori-teori dengan cara ini, jangkauan penerapannya harus dibatasi pada gejala-gejala dan pada presisipengamatan yang telah digunakan dalam menangani bukti eksperimental yang tersedia. Jika terseret satu langkah saja lebih jauh (dan langkah itu jarang bisa dihindari jika langkah pertama telah dilakukan), pembatasan demikian mencegah ilmuwan mengklaim untuk berbicara "secarailmiah" tentang setiap gejala yang belum diamati.Bahkan dalam bentuknya yang sekarang pembatasan itu melarang ilmuwan mengandalkansuatu teori dalam risetnya sendiri jika riset itu memasuki wilayah atau mencari tingkat presisi yang untuk itu belum ada preseden yang diberikanoleh praktek yang lalu dengan teori itu.Larangan ini logisnya tidak mengenal pengecualian.Akan tetapi, akibat diterimanya bisa merupakan akhir bagi riset, padahal dengan risetlah sains bisa dikembangkan lebihlanjut.
Sekarang masalah itu pun sebenarnya merupakan tautologi. Tanpakomitmen pada suatu paradigma tidak akan ada sains yang normal. Apalagi komitmen itu harus meluas ke wilayah dan ketingkat presisi yang belum ada presedennya yang penuh. Kalau tidak, maka paradigma itu tidak akan bisa menyajikan teka-teki yang belum dipecahkan. Di sampingitu, tidak hanya sains yang normal yang bergantung pada komitmen kepada suatu paradigma. Jika teori yang ada hanya mengikat ilmuwan dalam hubungannya dengan penerapan yang ada, maka tidak akan ada kejutan anomali atau krisis. Akan tetapi, ini hanyalah rambu yang menunjukkan jalan menuju sains istimewa. Jika pembatasan positivistik atasjangkauan penerapan teori yang sah diartikan secara harfiah, maka mekanisme yang memberi tahu masyarakat ilrniah masalah-masalah apa yangbisa mengakibatkan perubahan fundamental harus berhenti berfungsi. Danbila hal itu terjadi, maka masyarakat itu tak dapat dihindari akan kernbali kepada sesuatu yang sangat menyerupai keadaan praparadigmanya,suatu keadaan di mana semua anggota mempraktekkan sains, tetapi yang hasil kotornya hampir tidak menyerupai sains sama sekali. Apakah benar‑benar mengherankan bahwa harga kemajuan sains yang sangat berartiitu adalah suatu komitmen yang menanggung risiko salah?
Yang lebih penting, ada kekosongan logika yang membuka pikirandalam argumen positivis, yakni yang segera akan mengajukan lagi sifatperubahan revolusioner kepada kita. Dapatkah dinamika Newton benar‑benar diturunkan dari dinamika relativistik? Akan seperti apa derivasidemikian itu? Bayangkan seperangkat pernyataan, E1, E2,... , En, yangbersama-sama mewujudkan hukum-hukum teori relativitas. Pernyataan-pernyataan ini mengandung variabel-variabel dan parameter-parameteryang mewakili posisi ruang, waktu, massa diam, dan sebagainya. Darimereka, bersama-sama dengan peralatan logika dan matematika, dapatdideduksi seluruh perangkat pernyataan selanjutnya, termasuk beberapayang dapat dicek dengan pengamatan.Untuk membuktikan memadainyadinamika Newton sebagai kasus khusus, kita harus menjumlahkan kepada Ei.pernyataan tambahan seperti (v/c)2<< 1 dengan membatasi jajaran parameter dan variabel. Perangkat pernyataan yang diperluas ini kemudian dimanipulasikan untuk meinperoleh sebuah perangkat baru, N1,N2, . . . , Nm, yang bentuknya identik dengan hukum-hukum gerak Newton, hukum gravitasi, dan sebagainya. Ternyatta dinamika Newton diturunkan dari dinamika Einstein, yang dipengaruhi oleh beberapa syaratyang membatasi.
Namun, derivasi ini palsu, setidak-tidaknya sampai bagian ini.Meskipun semua ini adalah kasus khusus dari hukum-hukum mekanika relativistik, mereka bukaniah hukum-hukum Newton. Atau setidak-tidaknya bukan, kecuali jika hukum-hukum itu diinterpretasi ulang dengan suatu cara yang mungkin sampai setelah karya Einstein. Variabel‑variabel dan parameter-parameter yang dalam Ei Einstein mewakili posisi ruang, waktu, massa, dan sebagainya masih terdapat dalam ini; dansemuanya masih mewakili ruang, waktu, dan massa Einstein. Akan tetapi, referen-referen fisika dari konsep-konsep Einstein ini sama sekalitidak identik dengan konsep-konsep Newton yang memakai nama yangsama. (Massa Newton tidak berubah; massa Einstein bisa bertukar dengan energi. Hanya pada kecepatan relatif yang rendah kedua-duanya dapat diukur dengan cara yang sama, meskipun demikian mereka tidak boleh dipahami sebagai yang sama.) Kecuali jika kita mengubah definisi-definisidari variabel-variabel ini, pernyataan-pernyataan yang telah kita turunkan itu bukan konsep Newton.jika kita memang mengubahnya, tidaktepat untuk dikatakan bahwa kita telah menurunkan hukum-hukum Newton, setidak-tidaknya dalam setiap pengertian "menurunkan" (to derive)yang sekarang diakui secara umum. Argumen kita, tentu saja, telah menerangkan mengapa hukum-hukum Newton rupanya selalu berlaku. Dalam menerangkan demikian argumen itu telah membenarkan, misalnya,seorang pengemudi mobil yang bertindak seolah-olah ia hidup di dalamalam Newton. Argumen yang tipenya sama digunakan untuk membenarkan mengajarkan astronomi geosentris kepada para pengukur tanah. Akantetapi, argumen itu tetap belum melakukan apa yang diakuinya telah dilakukannya. Artinya, ia belum menunjukkan bahwa hukum-hukum Newton itu adalah kasus yang membatasi hukum-hukum Einstein. Sebab, dalam ungkapan sampai batas, bukan hanya bentuk-bentuk hukum itu yangtelah berubah.Kita pun sekaligus harus mengubah unsur-unsur structural yang fundamental yang penerapannya menjadi unsur-unsur yang menyusun alam semesta.
Perlunya mengubah makna konsep-konsep yang telah mantap dan dikenal ini menjadi pokok damak revolusioner teori Einstein.Meskipun lebih halus daripada perubahan dari geosentrisme kepada heliosentrisme,dari flogiston kepada oksigen, atau dari korpuskel kepada gelombang, hasilnya yang berupa transformasi konseptual dari paradigma yang telahditetapkan sehelumnya tidak kurang destruktif secara menentukan. Kita malah akan memandangnya sebagai prototipe bagi reorientasi yang revolusioner dalam sains. Justru karena tidak melibatkan mulai digunakannya objek-objek atau konsep-konsep tambahan, transisi dari mekanikaNewton ke mekanika Einstein itu dengan sangat jelas menggambarkanrevolusi sains sebagai pemindahan jaringan konseptual yang melalui itupara ilmuwan memandang dunia.
Uraian ini akan cukup untuk menunjukkan apa yang, dalam iklimfilosofis yang lain, mungkin telah dianggap sebagai yang wajar dipercaya.Setidak-tidaknya bagi para ilmuwan, kebanyakan dari perbedaan-perbedaan yang tampak di antara teori sains yang disingkirkan dan penerusnya itu nyata. Meskipun teori yang sudah usang selalu dapat dipandangsebagai kasus khusus dari penerusnya yang mutakhir, untuk tujuannyaia harus ditransformasikan. Dan transformasi itu ialah yang hanya dapatdilaksanakari dengan keuntungan-keuntungan pandangan ke masa lalu,bimbingan yang jelas dari teori yang lebih baru. Apalagi, bila tranformasi itu merupakan peranti yang sah untuk digunakan dalam menginterpretasikan teori yang lebih lama pun, hasil penerapannya akan merupakanteori yang begitu terbatas sehingga ia hanya dapat mengemukakan kernbali apa yang sudah diketahui. Karena ekonomisnya, pengemukaan kembali itu akan mempunyai kegunaan, tetapi tidak akan memadai untuk men jadi pedoman riset.
Oleh sebab itu, marilah kita percayai saja bahwa perbedaan-perbedaandi antara paradigma-paradigma yang berurutan itu diperlukan serta tidak dapat diselaraskan. Lalu, dapatkah kita mengatakan dengan lebihtegas, jenis-jenis perbedaan apa semua itu? Tipe yang paling nyata telahberulang kali dilukiskan.Paradigma-paradigma yang berurutan mengatakan kepada kita hal-hal yang berbeda tentang populasi alam semesta dan tentang perilaku populasi itu.Artinya, mereka berbeda di sekitarpertanyaan-pertanyaan seperti adanya partikel-partikel subatomik, bahwa cahaya itu materi, dan penghematan panas atau energi.Inilah perbedaan-perbedaan yang sesungguhnya di antara paradigma-paradigma yangberurutan, dan mereka tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut.Akantetapi, paradigma-paradigma berbeda pada lebih dari hakikatnya, sebabmereka tidak hanya diarahkan kepada alam, tetapi juga ke belakang, kepada sains yang menghasilkannya.Merekalah sumber metode-metode, bidang masalah, dan standar-standar pemecahan yang diterima oleh setiapmasayrakat sains yang matang pada setiap masa tertentu.Akibatnya, penerimaan suatu paradigma baru sering memerlukan pendefinisian ulangsains yang bersangkutan. Beberapa masalah lama bisa jadi diserahkan kepada sains yang lain atau dinyatakan bahwa seluruhnya "tidak ilmiah".Yang lain, yang sebelumnya tidak ada atau sepele, dengan suatu paradigma baru bisapola dasar dari pencapaian ilmiah yang berarti.Dan dengan berubahnya masalah-masalah, sering kali berubah juga standar yang membedakan pemecahan ilmiah yang sejati dari sekadar spekulasi metafisis, permainan kata, atau permainan matematis.Tradisi sainsyang normal yang muncul dari revolusi sains tidak hanya bertentangan,tetapi sering benar-benar tidak dapat dibandingkan dengan tradisi lama yang sudah tidak berlaku.
Dampak karya Newton terhadap tradisi yang normal dari praktek sains abad ke-17 menyajikan pontoh yang jelas sekali tentang efek-efekyang lebih halus dari perubahan paradigma.Sebelum Newton lahir, "sainsbaru" dari abad itu akhirnya berhasil menolak penjelasan aliran Aristoteles dan aliran skolastik yang diungkapkan dari segi esensi-esensi benda-bendamaterial.Mengatakan bahwa batu jatuh karena "sifat" batu itu mendorongnya ke pusat alam semesta telah dibuat agar tampak hanya sebagaipermainan kata tautologis, sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Sejak itukeseluruhan perubahan yang terus-menerus pada penampilan inderawi,termasuk warna, rasa, dan bahkan bobot akan diterangkan dari segiukuran, bentuk, posisi, dan gerakan korpuskel-korpuskel elementer dari materi dasar. Pengatributan sifat-sifat lain kepada atom-atom elementermerupakan permintaan bantuan kepada yang gaib dan, karena itu, berada di luar batas bagi sains. Dengan tepat Moliere menangkap jiwa baruitu ketika is mengejek dokter yang menerangkan kemanjuran opium sebagai obat tidur dengan mengAtributkan potensi menghentikan kegiatan organ tubuh kepadanya. Dalam paruh terakhir abad ke-17 banyak ilmuwan yang lebih suka mengatakan bentuk partikel-partikel opium yang bundar menyebabkan partikel-partikel itu dapat menenangkan saraf yang dikelilingi oleh gerakan-gerakan mereka.
Pada periode yang lebih dini, penerangan dari segi sifat-sifatgaib menjadi bagian yang integral dari karya ilmiah yang produktif. Bagaimanapun, komitmen baru dari abad ke-17 kepada penjelasan mekanikokorpuskular ternyata sangat berhasil bagi sejumlah sains, membebaskan sains‑sains dari masalah-masalah yang menentang pemecahan yang diterima umum, dan menganjurkan yang lain untuk menggantikannya. Dalam dinamika, misalnya, ketiga hukum gerak dari Newton lebih merupakan hasilupaya untuk menginterpretasikan ulang pengamatan-pengamatan yang sudah terkenal dari segi gerakan-gerakan dan interaksi-interaksi korpuskel-korpuskel netral primer ketimbang hasil eksperimen-eksperimen hal yangbaru.Perhatikan satu saja ilustrasi yang kongkret. Karena korpuskel‑korpuskel netral dapat beraksi terhadap satu sama lain hanya dengan sentuhan, pandangan mekanikokorpuskular terhadap alam mengarahkan perhatian sains kepada subjek studi yang sangat baru, yakni perubahan gerakan partikel oleh tabrakan. Descartes mengumumkan masalah itu danmenyajikan pemecahan-dugaan yang pertama. Huygens, Wren, dan Wallismembawanya lebih jauh lagi, sebagian dengan eksperimen dengan kepalapendulum yang bertabrakan, tetapi kebanyakan dengan menerapkankarakteristik-karakteristik gerakan, yang sebelum itu sudah sangat dikenal, kepada masalah baru itu. Dan Newton menanamkan hasil merekadalam hukum-hukum geraknya."Aksi" dan "reaksi" yang sebandingdari hukum yang ketiga adalah perubahan-perubahan dalam kuantitas gerakan yang dialami oleh kedua pihak yang bertabrakan. Perubahan gerakan yang sama menyajikan definisi daya dinamis yang tercakup di dalam hukum yang kedua. Dalam hal ini, seperti dalam banyak hal lainnyaselama abad ke-17, paradigma korpuskular itu melahirkan suatu masalahbaru serta sebagian besar dari pemecahan masalah itu.
Namun, meskipun sebagian besar dari karya Newton itu ditujukankepada masalah-masalah dan mengandung standar-standar yang diturunkan dari pandangan dunia mekanikokorpuskular, efek paradigma yangdihasilkan dari karyanya adalah perubahan lebih lanjut dan sebagian destruktif dalam masalah-masalah dan standar-standar yang sah bagi sains.Gravitasi, yang diinterpretasikan sebagai tarikan yang merupakan bawaandi antara setiap pasang partikel, adalah sifat gaib dalam anti yang samadengan "kecenderungan untuk jatuh" dari aliran skolastik sebelumnya.Oleh sebab itu, sementara standar-standar korpuskularisme tetap berlaku,pencarian penjelasan mekanis dari gravitasi merupakan salah satu masalah yang paling menantang bagi yang menerima Principia sebagai paradigma.Newton mencurahkan banyak perhatian kepadanya, demikian jugabanyak penerusnya dari abad ke-18.Satu-.satunya pilihan yang tampakadalah menolak teori Newton karena tidak berhasil menerangkan gravitasi,dan alternatif ini pun diterima secara luas.Namun, kedua pandangan ini akhirnya tidak ada yang menang.Karena tidak dapat mempraktekkansains tanpa Principia maupun memberlakukannya sesuai dengan standar‑standar korpuskular dari abad ke-17, para ilmuwan lambat-laun menerima pandangan bahwa gravitasi itu memang bawaan. Pada sekitar pertengahari abad ke-18 interpretasi itu telah diterima secara hampir universal,hasilnya adalah pengembalian yang tulus (yang tidak sama dengan kemunduran) kepada standar skolastik. Tarikan dan tolakan.bawaan bergabung dengan ukuran, bentuk, posisi, dan gerakan sebagai sifat-sifat primer materi yang secara fisikal tidak dapat direduksi.
Perubahan yang diakibatkannya dalam standar-standar dan bidangmasalah sains fisika sekali lagi sangat berarti.Pada sekitar tahun 1740 an,misalnya, para elektrisian dapat berbicara tentang "kebajikan" tarikandari cairan listrik tanpa dengan demikian mengundang ejekan yang pernah menyambut dokternya Moliere seabad yang lalu.Sementara itu, gejala kelistrikan semakin menunjukkan tatanan yang berbeda dari yangtelah diperlihatkan oleh mereka ketika dipandang sebagai efluvium* mekanis yang hanya dapat beraksi dengan sentuhan.Terutama, ketika aksi jarak-jauh kelistrikan menjadi subjek studi karena sudah pantas demikian,gejala yang sekarang kita sebut mengisi (charging) dengan induksi dapatdiakui sebagai salah satu efeknya. Sebelum itu, bila benar tampak, ia diatributkan kepada aksi langsung "atmosfer" listrik atau kepada kebocoranyang tak dapat dihindari dalam setiap laboratorium kelistrikan. Pandanganbaru tentang efek induktif ini pada gilirannya merupakan kunci kepadaanalisis Franklin terhadap bejana Leyden dan, dengan demikian, terhadapparadigma baru dan paradigma Newton bagi kelistrikan.Juga, bidang‑bidang sains yang dipengaruhi oleh pengesahan pencarian gaya-gaya yangmenjadi bawaan materi bukan hanya dinamika dan kelistrikan. Kumpulan besar kepustakaan abad ke-18 tentang gaya tarik kimiawi dan rangkaian penggantian pun diturunkan dari aspek supramekanis dari Newtonianisme. Para ahli kimia yang percaya kepada tarikan diferensial diantara berbagai specieskimiawi ini memulai eksperimen-eksperimen yangsebelumnya tak terbayangkan dan mencari jenis-jenis reaksi yang baru.Tanpa data-data dan konsep-konsep kimia yang berkembang dalam proses itu, karya belakangan dari Lavoisier dan, terutama sekali, dari Dalton tidak akan bisa dipahami.Perubahan-perubahan dalam standar yangmengenai masalah, konsep, dan penjelasan yang diperbolehkan dapatmentransformasikan suatu sains. Dalam bab berikut saya bahkan akanmengemukakan suatu pengertian bahwa perubahan-perubahan itu mentransformasi dunia.
                        contoh lain tentang perbedaan-perbedaan yang tidak nyata di antara paradigma-paradigma yang berurutan dapat ditelurusi dari sejarah setiap sains pada hampir setiap periode perkembangannya. Untuksaat ini haiklah kita cukupkan dengan hanya dua ilustrasi yang lain danyang jauh lebih singkat. Sebelum revolusi kimia, saah satu tugas kimiayang diakui ialah melaporkan sifat-sifat zat kimia dan perubahan sifat‑sifat ini yang terjadi dalam reaksi kimia. Dengan bantuan sejumlah kecil"prinsip" elementer — salah satu di antaranya adalah flogiston — ahlikimia akan menerangkan mengapa ada zat yang keasaman, kelogaman,dapat dibakar, dan sebagainya. Pada arah ini telah dicapai keberhasilan.Kita telah mengemukakan bahwa flogiston menjelaskan mengapa logam‑logam sangat mirip.Namun, reformasi Lavoisier akhirnya menghilangkan "prinsip-prinsip" kimia dan, dengan demikian, mengakhirinya dengan mencabut kekuasaan menerangkan yang aktual dan sangat potensial dari kimia.Sebagai kompensasi atas kehilangan ini diperlukan perubahan dalam standar.Dalam sebagian besar abad ke-19 kegagalan menerangkan sifat-sifat senyawa tidak dituduhkan kepada teori kimia.
Yang lain, Clerk Maxwell bersama pendukung teori gelombang daricahaya lainnya pada abad ke-19 sama-sama yakin bahwa gelombang cahaya mesti disebarkan melalui eter material. Merancang medium mekanisuntuk mendukung gelombang itu merupakan masalah standar bagi banyak rekan sezamannya yang paling mampu. Namun, teorinya sendiri,yakni teori elektromagnetik dari cahaya, sama. sekali tidak membuat laporan tentang medium yang mampu mendukung gelombang cahaya, dan hal itu jelas menyebabkan laporan demikian lebih sukar disajikan dari pada yang diduga sebelumnya. Mula-mula teori Maxwell ditolak di mana‑mana karena beberapa alasan. Akan tetapi, seperti teori Newton, ternyatateori Maxwell ini sukar dilepaskan, dan ketika is mencapai status paradigma, sikap masyarakat terhadapnya berubah. Dalam dasawarsa‑dasawarsa awal abad ke-20 keteguhan Maxwell tentang adanya eter mekanis semakin tampak seolah-olah hanya di mulut, padahal sebenarnyatidak demikian, dan upaya-upayanya untuk merancang medium eter itudihentikan. Para ilmuwan tidak lagi mengira tidak ilmiah untuk berbicaratentang "pemindahan" listrik tanpa merinci apa yang sedang dipindahkan itu. Hasilnya, lagi-lagi, adalah seperangkat baru masalah dan standar; salah satu di antaranya, dalam hal ini, banyak hubungannya denganmunculnya teori relativitas.
Perubahan karakteristik dalam konsepsi masyarakat sains tentangmasalah-masalah dan standardar sah ini pasti akan kurang signifikan bagi tesis esai ini jika kita dapat menganggap bahwa perubahanitu selalu terjadi dari suatu tipe yang metodologis lebih rendah kepadayang lebih tinggi. Dalam hal itu efeknya juga akan tampak kumulatif.Tidak mengherankan bahwa beberapa sejarahwan berargumentasi bahwa sejarah sains merekam peningkatan yang berkesinambungan dalamkemapanan dan kecermatan konsepsi orang tentang sifat sains.Namun,alasan bagi perkembangan kumulatif dari masalah-masalah dan standar-standar sains ini bahkan lebih sukar dibuat ketimbang alasan untuk teori‑teori kumulasi.Upaya untuk menerangkan gravitasi, meskipun ditinggalkan secara bermanfaat oleh kebanyakan ilmuwan abad ke-18, tidak diarahkan kepada masalah yang pada hakikatnya tidak sah; keberatan terhadap gaya-gaya bawaan tidak secara inheren tidak ilmiah dan juga tidak metafisis dalam arti merendahkan.Tidak ada standar eksternal untuk memperbolehkan penilaian seperti itu.Yang terjadi bukanlah kemerosotan ataupun peningkatan standar, melainkan sekadar perubahanyang dituntut oleh penerimaan suatu paradigma baru.Apalagi perubahantersebut sejak itu dibalikkan dan dapat dibalikkan lagi. Pada abad ke-20Einstein berhasil dalam menjelaskan tarikan gravitasional, dan penjelasanitu telah mengembalikan sains kepada seperangkat norma dan masalahyang dalam hal tertentu ini  lebih mirip dengan perangkat pendahulu Newton daripada dengan perangkat penerusnya. Yang lain lagi, perkembanganmekanika kuantum telah membalikkan larangan metodologis yang berasal dari revolusi kimia. Sekarang para ahli kimia berusaha, dan dengan sangat berhasil untuk menerangkan warna, keadaan agregasi, dan sifat‑sifat lain dari zat yang digunakan dan diproduksi di laboratorium mereka. Pembalikan yang serupa bahkan bisa terjadi dalam teori elektromagnetik. Ruang, dalam fisika kontemporer, bukanlah substratum yangtak dapat bergerak dan homogen yang digunakan baik dalam teori Newton maupun dalam teori Maxwell; beberapa sifatnya yang baru tidak berbeda dengan yang pernah diatributkan kepada eter; suatu ketika kita bisa menjadi tahu apa pemindahan listrik itu.
Dengan memindahakn tekanan dari fungsi paradigma yang kognitifkepada yang normatif, contoh-contoh yang lalu memperluas pemahamankita tentang cara-cara paradigma memberi bentuk kepada kehidupan sains.Sebelum ini kita telah meneliti secara prinsip peran paradigma sebagaiwahana bagi teori sains. Dalam peran itu is berfungsi dengan memberitahu kepada ilmuwan tentang maujud yang dikandung dan tidak dikandung oleh alam serta tentang cara-cara maujud itu berperilaku. Informasi itu menyajikan peta yang rinciannya diuraikan oleh riset sains yang mapan. Dan karena alam itu terlalu rumit dan terlalu bervariasi untuk dieksplorasi secara acak, maka peta itu sama esensialnya dengan pengamatan dan eksperimen bagi perkembangan sains yang berkesinambungan. Melalui teori-teori yang diwujudkannya, ternyata paradigm paradigma itu esensial bagi kegiatan riset.Namun, mereka juga esensial bagi sains dalam segi lain, dan itulah masalahnya sekarang.Terutama contoh-contoh kita yang terakhir menunjukkan bahwa paradigma‑paradigma tidak hanya menyajikan peta kepada para ilmuwan, tetapi juga beberapa petunjuk yang esensial bagi pembuatan peta.Dalam mempelajari paradigma, ilmuwan memperoleh teori, metode, dan standar bersama-sama, biasanya dalam campuran yang tak dapat dipisahkan.Oleh sebab itu, jika paradigma berubah, biasanya terdapat perubahan yang berarti dalam kriteria yang menetapkan kesahan masalah maupun pemecahan yang diajukan.
Pengamatan itu mengembalikan kita kepada titik tempat bab ini mulai, sebab ia menyajikan petunjuk pertama kita yang gamblang tentang mengapa pilihan di antara paradigma-paradigma yang bersaingan secara teratur menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dipecahkan dengan kriteria-kriteria sains yang normal. Betapa pun signifikan dan tidak lengkapnya, sejauh dua aliran sains tidak sepakat tentang apa masalah dan apa pemecahan itu, tak dapat dihindarkan mereka akan berbicara untuk saling meyakinkan ketika memperdebatkan kebaikan relatif dari paradigma mereka masing-masing. Dalam argumentasi yang sebagian sirkular yang dihasilkannya, paradigma masing-masing akan diperlihatkan untuk sedikit-banyak memenuhi kriteria yang ditentukannya bagi dirinya sendiri dan untuk merendahkan yang ditetapkan oleh lawannya. Ada juga alasan lain bagi ketidaklengkapan hubungan logis yang secara konsisten menjadi karakteristik perdebatan paradigma. Sebagai contoh, karena tidak ada paradigma yang pernah memecahkan seluruh masalah yang ditetapkannya, dan karena tidak ada dua paradigma yang membiarkan seluruh masalah yang sama tak terpecahkan, perdebatan paradigma selalu melibatkan pertanyaan: Masalah-masalah mana yang paling signifikan sehingga ia menyuruh memecahkannya? Seperti masalah standar-standar yang bersaingan, pertanyaan tentang nilai itu hanya dapat dijawab dari segi kriteria yang sama sekali terletak di luar sains yang normal, dan bantuan oleh kriteria eksternallah yang paling nyata membuat perdebatan paradigma itu revolusioner. Sesuatu yang bahkan lebih fundamental dari pada standar-standar dan nilai-nilai, bagaimana pun, juga dipertaruhkan.Sampai di sini saya stidah berargumentasi hanya bahwa paradigma‑paradigma adalah esensial bagi sains.Sekarang saya ingin memperagakan suatu pengertian bahwa paradigma-paradigma itu juga esensial bagi alam.
Catatan
1)             Silvanus P. Thomson, Life of William Thomson Baron Kelvin of Largs (London, 1910), I, 266-81.
2)             Lihat misalnya pernyataan P.P. Wiener dalam Philosophy of Science, XXV (1958),
3)                            James B. Conant, Overthrow of the Phlogiston Theory (Cambridge, 1950), h. 13-16; dan J.R. Partington, A Short History of Chemistry (ed. ke-2, London, 1951), h. 85-88. La­poran yang paling lengkap dan paling simpatik tentang pencapaian-pencapaian teori flo­giston ditulis oleh H. Metzger, Newton, Stahl, Boerhaave et la doctrine chimique (Paris, 1930), Bag. II.
4)             Bandingkan kesimpulan-kesimpulan yang dicapai melalui jenis analisis yang 298 sangat berbeda oleh R.B. Braithwaite, Scientific Explanation (Cambridge, 1953), h. 50-87, terutama h 76.
5)             Untuk korpularisme pada umumnya lihat Marie Boas, "The Establishment of the Mechanical Philosophy", Osiris, X (1952), 412-541. Untuk efek bentuk partikel pada rasa lihat ibid.,h. 483.
6)             R. Dugas, La mecanique au XVIle siecle (Neuchatel, 1954), h. 177-85, 284-98, 345-56.
7)             I.B. Cohen, Franklin and Newton: An Inquiry into Speculative Newtonian Experimental Science and Franklin's Work in Electricity as an Example Thereof (Philadelphia, 1956), Bab VI-VII.
8)                Untuk kelistrikan lihat ibid.,Bab VIII-IX. Untuk kimia lihat Metzger, op. cit., Bag. I.
9)             E. Meyerson, Identity and Reality (New York, 1930), Bab X.
10)        E.T. Whittaker, A History of the Theories of Aether and Electricity, II (London, 1953), 28-30.

11)                    Untuk upaya untuk mencocokkan perkembangan sains ke dalam dasar Procrus­tean yang brilian dan seluruhnya mutakhir lihat C.C. Gillispie, The Edge of Objectivity: An Essay in the History of Scientific Ideas (Princeton, 1960).

Daftar Rujukan:
Khun, Thomas S. 2012. The Structure Scientific Of Revolutions. Bandung: Rosdakarya.

No comments:

Post a Comment